Pengunjung Lapak

Sabtu, 10 Desember 2011

Guru Honorer-Pahlawan yang Terdiskriminasi



Oleh: Amalia Larasati Oetomo
Mahasiswa Pendidikan Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kementrian Pemberdayaan Forum Lingkar Pena Ciputat
21 November 2011

Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan pendidikan dapat terlihat dari kualitas para pengajar pada suatu komunitas bernama sekolah. Guru yang berkualitas akan menghasilkan murid yang cerdas. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, seorang guru selayaknya bekerja tanpa pamrih dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam mendidik peserta didik. Pendidikan yang hakiki yakni tanggung jawab moral dalam profesi guru. Guru tidak hanya memberikan pendidikan akademik, namun juga mengajarkan pendidikan karakter bagi peserta didiknya. Maka, ketika seorang murid dapat mencapai kesuksesannya, hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran seorang guru. 
Meski begitu, perjuangan seorang guru sampai sekarang masih saja dianggap sebelah mata. Tidak sedikit anggapan bahwa guru adalah profesi rendahan, sehingga ketika para mahasiswa lulusan perguruan tinggi keguruan bekerja di sekolah-sekolah, penghargaan yang didapatkan tidak sebanding dengan keringatnya yang bercucuran mengalir. Padahal pasal 39 UU Guru dan Dosen, menyatakan bahwa guru berhak memperoleh penghasilan yang wajar.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) masih menemukan banyaknya  guru non PNS yang bekerja penuh waktu dari Senin sampai dengan Sabtu, hanya memperoleh penghasilan Rp 200 ribu per bulan. Hal itu merupakan pelecehan profesi guru. Walaupun banyak guru yang tulus mengabdi meski honor yang diterima amatlah minim, namun perlakuan tersebut tidaklah manusiawi. Guru pun manusia biasa yang layak mendapatkan pendapatan normal demi melangsungkan kehidupannya. Tidak dapat dibayangkan apabila seorang kepala keluarga yang berprofesi sebagai guru honorer di sebuah sekolah pedalaman hanya mendapatkan gaji di bawah Rp 400 ribu per bulan. Jauh di bawah rata-rata UMR, yakni Rp 1.200.000.
Koordinator Pusat Federasi Guru Swasta Indonesia (FGSI), Muhammad Fatah Yasin menyatakan, serikat organisasi guru sedunia (Education International) pada peringatan Hari Guru Sedunia tahun 2007 menyerukan kepada seluruh pemerintahan di dunia bahwa memperbaiki kondisi kerja guru sama artinya dengan memperbaiki kondisi belajar anak. Pengajar dituntut untuk berperan aktif dalam mewujudkan kemajuan pendidikan. Oleh karena itu, selayaknya guru sebagai pahlawan kini dan nanti, diberikan tanda jasa yang sepadan dengan perjuangannya agar dapat memberikan sumbangsih terbaiknya untuk anak negeri. Semoga.


0 komentar:

Posting Komentar

Share this article ^^