Berawal
dari obrolan dengan seorang sahabat tentang mahar yang akan diminta ketika akad
nanti (ga tau kapan, hehe). Karena ketika ijab kabul terucap, maka itu adalah
waktu baik untuk menghaturkan doa. Bayangkan, ribuan malaikat yang sedang hadir
sebagai saksi sebuah perjanjian kuat “Mitsaqon Gholizo” antar manusia.
Mendengar
pertanyaan tersebut langsung terbersit dipikiranku adalah Surat Ar Rahman. Betapa
tidak, Surat Ar Rahman menyimpan segudang keagungan yang dapat menggetarkan hati
banyak orang. Tercantum peringatan mengenai semua yang kita peroleh adalah
merupakan nikmat Allah, yakni terdapat 31x ayat yang berbunyi “Fabiayyi alaa’I Rabbi
kuma tukadzdzi ban” (Dan Nikmat Tuhan manakah yang kau dustakan?)
“Tidakkah
engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan
nikmat Allah agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran)-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-Nya
bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur.”
MasyaAllah,
begitu besar peringatan atas kita untuk senantiasa bersyukur atas rahmat-Nya.
Dengan mahar Ar Rahman, aku berharap senantiasa mensyukuri apa pun yang terjadi
dalam pernikahan. Mari berkhusnuzon ^^.
Lalu mengapa meminta mahar berupa hapalan Quran?
Bahwa hak seorang wanita meminta mahar apa pun (yang tidak memberatkan) kepada calon
suaminya. Seperti kisah Ummu Sulaim yang meminta mahar keislaman Abu Thalhah.
Al Imam An Nasa meriwayatkan:
Abu
Thalhah telah melamar Ummu Sulaim, maka Ummu Sulaim berkata, “Demi Alloh, tiada
mungkin seorang seperti dirimu wahai Abu Thalhah, akan ditolak lamarannya.
Tetapi engkau adalah laki-laki kafir, sedang aku seorang muslimah. Tiada halal
bagiku untuk menikah denganmu. Tetapi jika engkau masuk Islam, maka itulah
maharku, dan aku tidak akan meminta kepadamu selain itu.”
Maka
Abu Thalhah masuk Islam, dan itulah mahar pernikahannya dengan Ummu Sulaim.
Tsabit, salah seorang perawi hadits berkata , “Aku belum pernah mendengar sama
sekali seorang wanita yang lebih mulia maharnya daripada Ummu Sulaim, yakni
Islam. Setelah Abu Thalhah masuk Islam dan mereka menikah, mereka dikaruniai
seorang anak” (HR An Nasa`i)
Kisah tersebut turut meyakinkan diri ini untuk meminta mahar yang insyaAllah mulia di hadapan Allah, bukan materi yang dapat sirna dimakan usia. Meskipun diri ini masih jauh sekali dari kesholihan Ummu Sulaim, namun semangat mencari kebaikan tak pernah luntur.
Kisah tersebut turut meyakinkan diri ini untuk meminta mahar yang insyaAllah mulia di hadapan Allah, bukan materi yang dapat sirna dimakan usia. Meskipun diri ini masih jauh sekali dari kesholihan Ummu Sulaim, namun semangat mencari kebaikan tak pernah luntur.
Semoga
dengan cita-cita kecil ini dapat berdampak pada terbentuknya generasi qurani di keluarga kecilku yang senantiasa tak henti bertasbih
melafalkan lantunan ayat suci Al Quran. InSyaAllah.
1 komentar:
subhanaAllah,, ini membuat keyakinanhatiku untuk itu bertambah.. alhamdulillah
Posting Komentar