Pengunjung Lapak

Rabu, 30 Oktober 2013

Kematian


Kita tidak tahu kapan kematian datang. Apakah sepuluh tahun lagi, satu bulan lagi, atau bahkan besok. Kita pun tidak tahu bagaimana kematian menjemput. Dengan berbagai cara takdir menunjukkan giginya dalam menarik kembali ruh dalam raga. Bisa jadi kematian datang dengan cara yang baik, atau sebaliknya, datang dengan cara yang paling buruk. Sebagai manusia yang lemah sudah sepantasnya meminta pada Allah yang maha Agung agar saat ruh terpisah dari raga, keadaan diri dalam khusnul khotimah.
Sebagai makhluk yang tidak kekal, tentunya tidak ingin di saat hati ini lalai, keimanan jauh dari kebaikan, tiba-tiba saat itu pula malaikat pencabut nyawa melaksanakan tugasnya mengambil ruh. Tidak sedikit orang-orang yang berada dalam kondisi tersebut. Seperti banyak berita di media massa mengenai sekelompok pemuda yang meninggal akibat minum miras oplosan, atau bahkan seorang laki-laki yang meninggal karena habis menegak obat kuat di sebuah bilik wts. Na’udzubillahi min dzalik.
Manusia bukannya tidak tahu pentingnya beribadah. Namun nafsu seringkali mendorong manusia untuk berbuat menyimpang. Manusia pun bukannya tidak tahu bahwa akan ada kehidupan setelah kematian, bahwa perhitungan amal dan dosa menentukan masa depan akhirat. Namun lagi-lagi setan penggoda selalu menang menggoda para keturunan Adam.
Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
Kematian akan menghampiri siapa pun, baik seorang yang shalih atau durhaka, seorang pencari ilmu atau pun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal atau pun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan atau pun yang lalai dan malas-malasan. Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya.
Kematian sudah pasti menjemput, sedangkan harta dan jabatan bukanlah suatu yang kekal. Sungguh disayangkan bila obsesi pada suatu yang tidak kekal justru mengorbankan masa depan akhirat. Menjemput harta dengan cara yang jelas-jelas diharamkan hanya demi kepuasan sesaatu. Harta haram hanya memuaskan kebutuhan ragawi, tapi tidak dengan ruhani. Hati akan selalu merasa was-was, tidak tenang, bahkan seperti efek domino, harta haram bisa menyeret istri dan keturunan ke dalam jurang kemaksiatan. Lalu bagaimana dengan kematian? Sungguh sulit para manusia dengan harta haram dan kemaksiatan yang sudah mendarah daging masih teringat akan datangnya kematian.
Kita sebagai manusia hanya dapat mempersiapkan diri agar ketika kematian menjemput, kita dapat menuju alam barzah dengan hati ringan. Kematian datang tanpa kita duga sebelumnya. Amal seketika terputus, kecuali tiga hal. Amal jariyah, doa anak yang soleh, dan ilmu yang bermanfaat. Sehingga perlu persiapan yang matang dalam mempersiapkan kematian.
Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)
Ada sebuah cerita. Beberapa waktu yang lalu saat menghadiri talim di sebuah masjid daerah Kemang Bekasi, saya dikejutkan dengan berita bahwa akan ada jenazah yang akan disholatkan di masjid tersebut. Pengunjung talim memang sedang sangat ramai, hampir sekitar seratus pengunjung.  Dan memang tidak setiap hari masjid tersebut mengadakan kajian keislaman. Maka di sela kajian, ketika jenazah datang, kami pun segera menyolatkan jenazah beliau. Sungguh hal ini menjadi pelajaran yang sangat berharga. Tentunya ini bukan jenazah biasa sampai Allah berkehendak beliau disholatkan oleh para pencari ilmu. InSyaAllah ketaatannya yang menghantarkannya sampai di masjid ini.
Pilihan selalu ada, akankah ruh dijemput kematian dengan kesiapan amal ibadah yang matang, atau kematian akan menjemput saat kemaksiatan sedang melumuri diri. Wallahu alam bishowab.    

30 Oktober 2013
Amalia Larasati Oetomo

0 komentar:

Posting Komentar

Share this article ^^