Pengunjung Lapak

Selasa, 20 Desember 2011

Sosialisasi Pendidikan Karakter Bangsa


Indonesia kini sedang menjadi pesakitan. Belum lupa dalam ingatan kita seorang juara olimpiade digadaikan nyawanya dengan sebuah ponsel oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Lalu betapa mirisnya ketika melihat seorang mahasiswa Universitas Al-Azhar dikeroyok massa sampai kehilangan nyawa karena dituduh mencuri helm. Kita juga disuguhkan pemandangan memuakkan dari para petinggi negara di mana korupsi merajalela. Perilaku elite politik hedonis mengibiri rakyat.
Polemik tersebut menunjukkan adanya krisis ketidakpercayaan diri, kemandirian, dan nasionalisme yang sangat rendah. Kesalahan inilah yang dapat menjerumuskan Indonesia, seperti yang dikatakan Soekarno, “menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.”. Bahkan, mungkin yang lebih buruk lagi dari kekhawatiran Soekarno, “menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa”
Koentjaraningrat (1974) dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, menyatakan terdapat lima mentalitas negatif bangsa Indonesia yakni meremehkan mutu, cenderung mencari jalan pintas, tidak percaya diri, dan mengabaikan tanggung jawab.
Sungguh bangsa Indonesia telah mengalami dekadensi moral dan kepercayaan. Andaikan Indonesia tidak menderita distrust, maka pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tidak perlu menggunakan pemantauan independen, pengawasan distribusi soal, sampai pengawasan dari pihak kepolisian, sesuatu yang hanya tampak di Indonesia.
Andaikata bangsa ini menjunjung tinggi nilai kejujuran dan etika yang baik, maka tidak lagi diperlukan lembaga pengawasan yang berlapis, seperti BPK, BPKP, KPK, dan Bawasda. Sungguh bangsa Indonesia membutuhkan figur keteladanan dalam menyuguhkan nilai karakter kebangsaan.
Pendidikan karakter menurut Bung Hatta adalah mandiri, tahu hak dan kewajiban, mau mengambil tanggung jawab. Pendidikan karakter berperan besar dalam menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia. Maka, pendidikan karakter ini semestinya diterapkan semua elemen pendidikan. Karena pembentukan karakter bangsa merupakan upaya yang tidak singkat. Di sinilah para guru berperan aktif secara optimal dalam penyosialisasian pendidikan karakter.
Sekolah semestinya mewajibkan komponen dari pendidikan karakter dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Pendidikan karakter tidak diterapkan oleh mata pelajaran PKn saja, namun oleh berbagai disiplin ilmu. Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) bidang Pendidikan Moral Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd. mengatakan, tugas guru di kelas tidak hanya sebatas transfer of knowledge dan transfer of science, akan tetapi juga membina moral dan kepribadian.
Prof. Dr. Quraish Shihab mengatakan bahwa, "Tanamkanlah tindakan, anda akan menuai kebiasaan. Tanamkanlah kebiasaan, anda akan mendapatkan karakter. Tanamkanlah karakter anda akan mengukir nasib".

13 Desember 2011
Amalia Larasati Oetomo

0 komentar:

Posting Komentar

Share this article ^^