Pengunjung Lapak

Sabtu, 10 Desember 2011

Cerita Supir Angkot: Motor Berjubel, Setoran Macet!!



Telah dimuat di Website Suara Jakarta
Oleh: Amalia Larsati Oetomo
1 November 2011

Sepasang mata tampak lelah, kulitnya yang kehitaman tampak berpeluh lelah, keningnya berkerut, kepalanya sibuk menoleh ke kiri dan ke kanan mencari ‘sewa’ yang tak kunjung datang. Setengah jam sudah ia me-ngetem pada sebuah pertigaan. Wajahnya mengerut, helaan napasnya tidak beraturan, dihitungnya uang setoran yang diperolehnya selama tiga jam ‘narik’, tidak sampai sepuluh ribu ternyata. Ia menghela napas kembali.
Pemandangan ini tidak jarang terlihat bagi pembaca yang sering berpergian menggunakan angkutan kota atau istilah lainnya adalah angkot. Meski terkadang seorang penumpang seringkali kesal ketika angkot yang ditumpanginya tidak kunjung berangkat, padahal sudah lima belas menit menunggu si abang supir mencari ‘sewa’ penumpang lain. Bahkan tidak jarang pula supir angkot marah ketika uang yang diberikan oleh penumpang ternyata kurang.
Fenomena ini tidak hanya terdapat di ibu kota, namun kerap ditemui pada daerah pinggiran seperti Bekasi. Pengusaha angkot di Kota Bekasi mengaku sulit meremajakan armada sebagai imbas dari semakin sepinya penumpang. Angkot pun terancam tak dioperasikan lagi lantaran bakal digusur moda angkutan lain untuk menarik penumpang. Jumlah penumpang angkot selama dua tahun terakhir diperkirakan turun hingga lima puluh persen. Hal ini lantaran banyak masyarakat yang beralih menggunakan motor dan mobil pribadi.
Merajalelanya penggunaan motor pribadi yakni menjadi salah satu faktor hampir vakumnya angkot di berbagai daerah. Apalagi didukung penjualan motor bak kacang goreng. Para penumpang sering mengeluhkan tidak efektifnya penggunaan angkot karena mengurangi mobilitas. Apalagi supir angkot seringkali menunda keberangkatannya agar mendapatkan sewa yang penuh.
  Berkurangnya penumpang turut menjadikan para sopir angkot tersebut gigit jari. Bayangkan, setoran yang diperoleh setiap sopir untuk trayek yang masih ramai penumpang yakni Rp 125 ribu per hari. Namun untuk saat ini, sopir angkot hanya mendapatkan setoran kisaran enam puluh ribu sampai tujuh puluh ribu perhari.
Bahkan di Bekasi, terdapat beberapa trayek yang sudah kehilangan penumpang sama sekali. Trayek tersebut antara lain 02A (Bumi Mutiara-Pondok Gede), 05 (Jatiasih-Terminal Bekasi), 06 (Kranggan-Kampung Rambutan), K27 (Jatiwarna-Pondok Gede), dan K26A (Pekayon-Terminal Bekasi). 
  Hal ini memberikan dampak negatif bagi pengusaha angkot, khususnya yang bermodal kecil. Dampak tersebut berakibat tidak tertutupnya biaya peremajaan kendaraan yang memakan biaya tidak sedikit. Tidak hanya itu, apabila trayek-trayek semakin sepi, bukan hanya pengusaha angkot yang gulung tikar, namun para supir angkot pun terkena imbas. Akan terciptalah sebuah ledakan pengangguran secara massal. Apabila pengangguran massal terjadi, bersiaplah pada suatu kondisi di mana kemiskinan ikut menjamur. Padahal kemiskinan masih saja terpelihara dan membelit sebagian masyarakat di negeri ini.
  Fenomena ironi ini layaknya ditinjau dan diselesaikan bersama. Pemerintah hendaknya tidak hanya berpangku tangan sambil menonton dari kejauhan. Namun diharapkan tindakan nyata yang dapat menyelesaikan permasalahan ini. Semoga.



0 komentar:

Posting Komentar

Share this article ^^