9 Oktober 2011
Amalia Larasati Oetomo
Musim kemarau berkepanjangan cukup mencekam para penghuni kehidupan. Air sungai menyusut dan berbau busuk. Pepohonan perlahan layu, dedaunan menguning, dan binatang mati karena dehidrasi. Tidak terkecuali manusia. Defisit air bersih menimpa hampir seluruh daerah di Indonesia, khususnya Jakarta. Tidak sedikit jumlah warga yang mengeluh terkait minimnya air bersih yang dapat mereka peroleh, yakni air minum dan air cuci.
Tidak dipungkiri bahwa dampak kemarau tahun ini terasa lebih parah bila dibandingkan tahun lalu. Padahal intensitas kemarau tahun ini baru empat bulan, yaitu dimulai pada bulan Juni, sedangkan tahun lalu musim kemarau dimulai bulan Mei. Berdasarkan fakta tersebut terselip ketidaksinkronisasian. Lalu, bagaimana hal ini dapat terjadi? Mengapa air sedemikian surut tak tersisa?
Berbeda dengan tahun ini, tahun lalu tidak banyak masyarakat yang mengeluhkan kurangnya air bersih. Bila ditelisik dari sudut pandang alam, kondisi Ibu Kota saat ini tidak lagi tampak hijau, ruang serapan air semakin defisit. Lahan hijau semakin sulit ditemui. Bahkan penulis sempat melihat ruang hijau di daerah perbatasan Pondok Indah dan Lebak Bulus berubah menjadi tampak mengenaskan. Pepohonan besar yang tampak gagah berdiri melindungi alam di bawahnya tiba-tiba tidak terlihat lagi sosoknya. Yang tampak hanyalah korban destruksi keserakahan manusia.
Ketika semakin banyak komunitas pecinta alam yang mengusung perlindungan terhadap alam-alam yang mengalami destruksi, pihak-pihak oportunis malah menampik wacana tersebut. Mereka mengambil keuntungan tanpa memedulikan kondisi alam yang semakin rapuh. Maka, jangankan lingkungan, manusia pun dengan tega mereka tindas. Lihat saja penduduk miskin dengan paksa digusur hanya karena ingin merealisasikan berdirinya pusat perbelanjaan yang dapat mendulang rupiah. Sungai-sungai yang terletak di Ibu Kota pun semakin kotor. Sampah memenuhi sungai sampai tidak terlihat lagi air yang mengalir. Bahkan dengan santainya para pemilik pabrik membuang limbah di sungai. Pencemaran sungai berdampak pada terpuruknyaa kualitas kesehatan masyarakat sekitar sungai. Apalagi mayoritas penduduk tersebut merupakan kaum marginal. Semakin menderita rakyat Indonesia akibat minimnya air bersih.
Maka, diperlukan kesadaran bersama dalam mengentaskan polemik tersebut. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Pemerintah semestinya lebih selektif dalam memberikan perijinan pembangunan kepada investor. Selain itu, masyarakat hendaknya menjaga kebersihan lingkungan serta tidak serampangan dalam menebang pepohonan. Jadikan Ibu Kota hijau kembali.
0 komentar:
Posting Komentar