Pengunjung Lapak

Senin, 16 Januari 2012

Belajar dari Bu Baidah

Apabila berjalan menuju jalan semanggi di kawasan kampus UIN Jakarta, selalu terlihat seorang nenek yang dengan apik membolak-balikkan martabak kecil di atas penggorengannya. Nenek berbaju panjang sederhana dengan jilbab yang selalu membalut kepalanya itu tidak pernah tampak sekali pun mengeluh.
Sembari menunggu dagangannya laku, tidak pernah sekalipun saya melihat beliau berhenti menggoreng. Dengan usia yang cukup senja, beliau cukup bersemangat dalam bekerja dan berusaha.
Ketika banyak orang yang dengan santai menadahkan tangan, beliau masih memiliki harga diri tinggi dengan menolak pemberian cuma-cuma dari kedua anaknya.
Alhamdulillah setelah beberapa kali membeli dagangannya (yang jujur membuat saya ketagihan karena rasanya sangat enak), akhirnya saya memiliki kesempatan untuk sekedar
bertanya-tanya mengenai kehidupannya.
Beliau bernama Baidah. Bu Baidah ternyata merupakan perantauan dari salah satu daerah penghasil bawang terbesar di jawa tengah, yaitu Brebes. Telah lama beliau tinggal di Ciputat, tuntutan hidup membuatnya dan kedua anaknya untuk mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yaitu merantau ke Jakarta. Meski kehidupan awal yang dirasakan sedemikian pahit, namun kerja keras dan semangatnya telah berbuah kenikmatan. Bu Baidah yang mengontrak tidak jauh dari tempat berjualannya tersebut ternyata memiliki dua anak yang telah mandiri seutuhnya. Kedua anaknya kini masing-masing telah memiliki warung makan pecel lele yang terletak di sekitar kampus UIN.
Ketika saya bertanya, “Mengapa ibu tidak berhenti kerja saja, toh anak-anak ibu sudah bisa membiayai ibu sepenuhnya?” Dengan tersenyum beliau menjawab, “Ibu tidak biasa meminta kepada anak ibu, selama ibu mampu bekerja, kenapa ibu harus berdiam diri? Alhamdulillah dengan berdagang ini saja, ibu tidak pernah lagi meminta uang kepada anak ibu.”
Subhanallah semangat nenek satu ini, saya banyak mengambil ibrah ketika bercakap dengan beliau.
Lucunya, ketika di perjalanan menuju tempat dagang beliau, saya melihat seorang laki-laki (mungkin berusia sekitar 30 puluhan). Dia duduk di jalan sembari memajang papan kayu putih dengan tulisan bertinta merah. Tulisan tersebut berisi “Butuh Uang Untuk Pulang ke Banjarmasin”. Terkaget-kaget saya melihatnya.
Aw aw aw. What a weak men! You should learn to her, and she will teach you how to find a lot of money.
Saya jadi teringat bagaimana kerja keras  Rasulullah SAW  yang melakukan ekspansi dakwah. Baik pada periode Makkah maupun Madinah, beliau bekerja keras mendakwahkan Islam person to person, membina mental sahabat, membentuk kader, membangun masyarakat, memimpin perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan lain-lain. Kalau kita pelajari detil sejarah Nabi Muhammad SAW, kita dapati hari demi hari, tahun demi tahun yang penuh perjuangan dan kerja keras bersama para sahabat. Pada saat Rasulullah SAW wafat umat Islam menguasai hampir seluruh jazirah Arab.
Tidak hanya itu, selain beliau bekerja untuk umatnya, beliau melubangi sendiri sandalnya, menambal sendiri bajunya, memeras sendiri susu kambingnya dan melayani keluarga. Subhanallah, Rasulullah adalah pemimpin sejati!
Bahkan alam semesta kita pun bekerja!
Alam semesta pun bergerak dengan bertasbih dengan menyerukan penghambaan kepada Allah SWT. Coba kita lihat manifestasi dari tasbih dan sujud alam semesta. Alam semesta melakukan kinerja tetap dan teratur, tidak pernah terjadi galat dalam mekanisme pengaturan. Semua melakukan ekspansi yang awalnya satu. Alam semesta bergerak, bekerja, dan berproses, itulah bentuk kerja mereka yang dapat kita lihat.
Selayaknya kita sebagai pemuda bangsa malu dengan kosongnya pencapaian dalam meraih tujuan. Terus semangat!!

Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad)

 Oleh: Amalia Larasati Oetomo
17 Januari 2012

0 komentar:

Posting Komentar

Share this article ^^