Apabila
berjalan menuju jalan semanggi di kawasan kampus UIN Jakarta, selalu terlihat
seorang nenek yang dengan apik membolak-balikkan martabak kecil di atas
penggorengannya. Nenek berbaju panjang sederhana dengan jilbab yang selalu
membalut kepalanya itu tidak pernah tampak sekali pun mengeluh.
Sembari
menunggu dagangannya laku, tidak pernah sekalipun saya melihat beliau berhenti
menggoreng. Dengan usia yang cukup senja, beliau cukup bersemangat dalam bekerja
dan berusaha.
Ketika banyak
orang yang dengan santai menadahkan tangan, beliau masih memiliki harga diri
tinggi dengan menolak pemberian cuma-cuma dari kedua anaknya.
Alhamdulillah
setelah beberapa kali membeli dagangannya (yang jujur membuat saya ketagihan
karena rasanya sangat enak), akhirnya saya memiliki kesempatan untuk sekedar
bertanya-tanya mengenai kehidupannya.
bertanya-tanya mengenai kehidupannya.
Beliau
bernama Baidah. Bu Baidah ternyata merupakan perantauan dari salah satu daerah penghasil
bawang terbesar di jawa tengah, yaitu Brebes. Telah lama beliau tinggal di
Ciputat, tuntutan hidup membuatnya dan kedua anaknya untuk mengambil keputusan
besar dalam hidupnya, yaitu merantau ke Jakarta. Meski kehidupan awal yang
dirasakan sedemikian pahit, namun kerja keras dan semangatnya telah berbuah
kenikmatan. Bu Baidah yang mengontrak tidak jauh dari tempat berjualannya
tersebut ternyata memiliki dua anak yang telah mandiri seutuhnya. Kedua anaknya
kini masing-masing telah memiliki warung makan pecel lele yang terletak di
sekitar kampus UIN.
Ketika saya
bertanya, “Mengapa ibu tidak berhenti kerja saja, toh anak-anak ibu sudah bisa
membiayai ibu sepenuhnya?” Dengan tersenyum beliau menjawab, “Ibu tidak biasa
meminta kepada anak ibu, selama ibu mampu bekerja, kenapa ibu harus berdiam
diri? Alhamdulillah dengan berdagang ini saja, ibu tidak pernah lagi meminta
uang kepada anak ibu.”
Subhanallah
semangat nenek satu ini, saya banyak mengambil ibrah ketika bercakap dengan
beliau.
Lucunya,
ketika di perjalanan menuju tempat dagang beliau, saya melihat seorang
laki-laki (mungkin berusia sekitar 30 puluhan). Dia duduk di jalan sembari
memajang papan kayu putih dengan tulisan bertinta merah. Tulisan tersebut
berisi “Butuh Uang Untuk Pulang ke Banjarmasin”. Terkaget-kaget saya
melihatnya.
Aw aw aw. What
a weak men! You should learn to her, and she will teach you how to find a lot
of money.
Saya jadi
teringat bagaimana kerja keras Rasulullah
SAW yang melakukan ekspansi dakwah. Baik
pada periode Makkah maupun Madinah, beliau bekerja keras mendakwahkan Islam
person to person, membina mental sahabat, membentuk kader, membangun
masyarakat, memimpin perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan
lain-lain. Kalau kita pelajari detil sejarah Nabi Muhammad SAW, kita dapati
hari demi hari, tahun demi tahun yang penuh perjuangan dan kerja keras bersama
para sahabat. Pada saat Rasulullah SAW wafat umat Islam menguasai hampir
seluruh jazirah Arab.
Tidak hanya
itu, selain beliau bekerja untuk umatnya, beliau
melubangi sendiri sandalnya, menambal sendiri bajunya, memeras sendiri susu
kambingnya dan melayani keluarga. Subhanallah, Rasulullah adalah pemimpin
sejati!
Bahkan alam semesta kita pun bekerja!
Alam semesta pun bergerak dengan bertasbih dengan
menyerukan penghambaan kepada Allah SWT. Coba kita lihat manifestasi dari
tasbih dan sujud alam semesta. Alam semesta melakukan kinerja tetap dan
teratur, tidak pernah terjadi galat dalam mekanisme pengaturan. Semua melakukan
ekspansi yang awalnya satu. Alam semesta bergerak, bekerja, dan berproses,
itulah bentuk kerja mereka yang dapat kita lihat.
Selayaknya kita sebagai pemuda bangsa malu dengan
kosongnya pencapaian dalam meraih tujuan. Terus semangat!!
Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil
(professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk
keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla.
(HR. Ahmad)
17 Januari 2012
0 komentar:
Posting Komentar