Pengunjung Lapak

Kamis, 31 Oktober 2013

Hujan Datang, Banjir Menunggu di Petang


Alhamdulillah alam sudah memasuki musim penghujan. Langit yang biasanya terang menyelekit, saat ini agak menurunkan frekuensi panasnya. Biru langit berubah menjadi kegelapan. Saat itu, awan yang selama ini menampung uap air merasa lega karena sudah tidak lagi membawa beban. Hujan turun berbau harum saat menyentuh aspal yang tadinya panas. Tumbuhan yang letih karena terus menerus melakukan fotosintesis bisa terpuaskan dahaganya. Aah, indahnya hujan.

Hampir memasuki bulan November, sudah terlihat awan mendung dan hujan mengguyur. Siklus ini dapat dikatakan normal bila mengingat beberapa bulan lalu musim hujan datang di bulan yang tidak semestinya.
Beberapa saat lalu, musim di Indonesia memang sering mengalami keanehan. Saat SD dulu, pada pelajaran IPA kita pasti ingat, bahwa musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan November sampai Maret. Mengapa hal demikian dapat terjadi? Hujan di musim kemarau terjadi karena ada peristiwa La Nina. La Nina akan muncul apabila suhu di permukaan Laut Pasifik lebih tinggi dari tekanan udara di Indonesia, sehingga terdapat hembusan angin yang membawa uap air menuju Indonesia.
Bersyukur bahwa musim hujan saat ini sesuai prakiraan, yakni di bulan November. Hujan yang datang sesuai prediksi membuat persiapan menyambut rintikan hujan semakin mudah. Apalagi hujan datang di awal bulan. Para karyawan bisa bersiap tanpa memikirkan dompet menjadi tipis. Payung yang sudah rusak dapat dengan segera diperbaiki. Mantel hujan yang sudah sobek bisa diganti yang baru.
Bagi sebagian orang, hujan dirasa mengganggu aktivitas. Ibu rumah tangga merasa kesal karena jemurannya tidak kunjung kering. Tukang ojek mesti menepi di sisi toko pinggir jalan agar badan tidak basah kuyup. Apalagi pedagang asongan dan gorengan, mungkin mereka merutuk bila hujan seharian tidak berhenti.
Di sisi lain, hujan menjadi lahan rejeki baru bagi segelintir orang yang gemar berpikir dan bersyukur. Anak-anak kecil ketika pulang sekolah mencari-cari simpanan payung besar di sudut rumah mereka, berharap mendapat beberapa koin untuk menambah uang jajan. Para tukang ojek pun tidak kehabisan akal. Saat hujan turun, saingan dalam perebutan mendapatkan penumpang pun berkurang. Hanya yang memiliki jas hujan yang menang. Sungguh indah apabila kita senantiasa bersyukur tanpa mengeluh pada pencipta.
Ketika langit tidak henti-hentinya mengalirkan hujan, genangan air meninggi, btak diapat dielakkan banjir pun melanda beberapa kawasan di tanah air. Tidak terhitung lagi rumah dan pertokoan yang tergenang akibat banjir. Pengungsi yang menjadi korban banjir menumpuk pada suatu titik, mengharap bantuan dari pemerintah dan saudagar. Bahkan belum hilang di ingatan kita, kawasan perkantoran Sudirman dilanda banjir, mengakibatkan beberapa orang tewas tenggelam. Banjir seolah menunjukkan kekuatan yang selama ini dipendam, menghabisi tidak pandang bulu. Anak-anak pengungsi terkena diare, bahkan bayi-bayi banyak yang menderita tipus dan akhirnya meninggal. Rumah yang selama ini menjadi tempat berlindung, luluh lantah akibat dihanyut banjir.
Banjir seperti menjadi malapetaka bagi sebagian orang. Tidak hanya itu, luapan air serta-merta membuat lalu lintas terhenti, macet semakin parah. Sudah dapat diprediksi, sistem perekonomian menjadi tersendat. Distribusi barang tidak sampai tepat waktu, janji-janji terpaksa diingkari karena sulit datang sesuai waktu yang disepakati.
Lalu siapa yang salah? Para pengeluh mulai sibuk mencari si kambing hitam. Sibuk menengok sana-sini, akhirnya lirikan tertuju pada hujan. Hujan tidak mau disalahkan. Toh dia hanya menurunkan anggotanya yang selama ini menjadi beban para awan. Kalau mau salahkan saja air laut yang menguap, mengapa banyak sekali air yang menguap menuju langit. Air laut pun tidak mau bertanggung jawab akan kematian dan kerugian materil manusia. Hey, salahkan saja matahari, mengapa terlalu terik bersinar, sehingga menyebabkan air memanas dan menguap ke langit. Matahari yang namanya baru saja disebut merasa kesal karena turut dimasukkan ke dalam permasalahan ini. Lalu matahari berkata, tahukan kalian siapa yang salah? Dia berasal dari golongan makhluk yang membaca tulisan ini.

31 Oktober 2013
Amalia Larasati Oetomo

0 komentar:

Posting Komentar

Share this article ^^