Pengunjung Lapak

Minggu, 11 Agustus 2013

Ogi dan Agus


Kakiku baru saja menapak ke dalam bis jurusan lebak bulus-bekasi saat mendengar riuh nyanyian pengamen kecil. Kepalaku menoleh ke arah mereka, seketika mataku menangkap dua sosok anak lelaki berbeda usia. Mereka berdua bernyanyi lagu khas pengamen. Salah satu dari mereka menggunakan ukulele sebagai pengiring nyanyian. Sekian lama kupandangi mereka berdua. Baru kusadari rupanya aku hanya sendirian di dalam bis ini setelah mataku menjelajah ke seluruh bis.


"Wah wah, cuma kakak sendirian nih di sini. Berarti harus ngasih ya?" godaku kepada mereka.
Mereka berdua tetap bernyanyi meski tampaknya salah tingkah. Wajah mereka tersenyum kecut mendengar komentarku. Aku pun tersenyum kepada mereka. Kuperhatikan amplop tempat uang yang mereka berikan, berharap aku memasukkan beberapa rupiah ke dalam situ.

Lucunyaaa! Baru kali ini aku melihat amplop pengamen penuh warna dan bergambar tokoh kartun burung yang sedang 'in' sekarang.

"Amplopnya bagus yah." pujiku. Rupanya mereka tetap tidak menanggapi komentarku, tetap asik bernyanyi.

"pada sekolah nggak?" mereka pun saling memandang, mungkin ragu untuk menjawab. "Engga, Kak."

Jawaban yang sudah kuduga sebelumnya. Sekelibat rasa kesal, kasihan berkecamuk dalam diri ini. Dan hanya ada satu pertanyaan yang mendera, "Mengapa?"

"Hmm, engga ada uang, Kak. Di rumah cuma aku sama ibu aku. Jadi kita berdua kerja. Ibu jadi buruh cuci." kata Ogi.

"Emangnya rumahnya di mana?" tanyaku. "Di Tanjung Priuk, Kak." jawabnya singkat.

Innalillahi, bayangkan, bis yang sedang aku tumpangi ini berasal dari Lebak Bulus mengarah ke Bekasi. Saat itu pun sudah larut malam, sekitar pukul delapan malam. Lalu pukul berapa mereka harus pulang ke rumahnya? Kapan mereka akan dibelai kasih sayang keluarga di rumah. Disuguhi nasi hangat beserta lauk sederhana yang membuat lapar mata. Bahkan mereka mungkin tidak mendapatkan kecupan selamat malam di kening sebelum tidur. Tidak pula tidur di bawah selimut hangat nan nyaman.

Bermalam-malam mereka tidur di pinggir jalan, terkadang di terminal. Ketika tidur hanya bisa pasrah kepada keadaan, antara dipukuli atau dipalak preman.

Lagi-lagi aku merasa kesal, ingin marah dan menangis karena masih banyak anak-anak yang tidak bisa sekolah, sedangkan aku hanya bisa berdiam diri melihat mereka tanpa masa depan yang jelas. Ilmu yang kuraih semasa kuliah rasanya hanya berskala nol karena diri ini belum bisa memberikan sumbangsih apa pun.

Ogi dan Agus, semoga ini menjadi pelajaran bagi kakak dan semua orang, dimana jiwa kepedulian kami semakin terkikis.

[Draft] November 2012

0 komentar:

Posting Komentar

Share this article ^^